Jumat, 15 Juni 2012

Batik Lasem


Banyak orang mengenal kota Rembang sebagai kota kelahiran pahlawan wanita Indonesia yang sungguh fenomenal, RA. Kartini. Sekitar 12 Km di timur kota Rembang, terdapat sebuah kota yang terkenal sebagai penghasil batik, yaitu Lasem. Dibanding batik dari Yogyakarta, Solo, atau Pekalongan, nama batik Lasem memang belum terlalu menonjol. Namun jangan salah, keindahan batik Lasem begitu memikat.

Sejarah Batik Lasem erat hubungannya dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413. Babad Lasem karangan Mpu Santri Badra di tahun 1401 Saka ( 1479 M,), ditulis ulang oleh R Panji Kamzah tahun 1858 menyebutkan, anak buah kapal Dhang Puhawang Tzeng Ho dari Negara Tiong Hwa, Bi Nang Un dan istrinya Na Li Ni memilih menetap di Bonag setelah melihat keindahan alam Jawa.
Di tempat mukim baru ini, Na Li Ni mulai membatik bermotifkan burung hong, liong, bunga seruni, banji, mata uang dan warna merah darah ayam khas Tiong Hwa. Motif ini menjadi ciri khas unik Batik Lasem.
Keunikan Batik Lasem itu mendapat tempat penting di dunia perdagangan. Pedagang antarpulau dengan kapal kemudian mengirim Batik Lasem ke seluruh wilayah Nusantara. Bahkan diawal abad XIX Batik Lasem sempat diekspor ke Thailand dan Suriname. Batik Lasem memasuki masa kejayaan.
Booming Batik Lasem membuat perajin menjadi semakin kreatif. Motif baru seperti latohan, gunung ringgit, kricakan atau watu pecah bermunculan. Syahdan perajin menciptakan motif kricakan karena terinspirasi penderitaan rakyat saat harus memecah batu-batu besar untuk dibuat jalan raya pos oleh Daendels.
Batik Lasem terus menorehkan catatan emas hingga jelang berakhirnya penjajahan kolonial. Para pengusaha Batik Lasem yang berasal dari kalangan Tionghoa mendapat tempat istimewa di penduduk pribumi karena membuka lapangan kerja yang banyak.
Masa kejayaan batik yang menjadi ikon pembauran budaya Jawa dan Cina itu mulai menyurut tahun 1950-an. Penyebab utama kemunduran Batik Lasem adalah karena terdesak oleh maraknya batik cap di berbagai daerah. Selain itu, juga dikarenakan kondisi politik yang menyudutkan etnis Cina yang merupakan penguasa perdagangan Batik Lasem.
Menurut data Forum Economic Development (Fedep) Rembang, tahun 1950-an ada sekitar 140 pengusaha Batik Lasem. Tahun 1970-an jumlahnya merosot hingga tinggal separo. Puncaknya tahun 1980-an pengusaha Batik Lasem hanya tinggal mencapai 7 orang saja yang aktif. Selanjutnya perkembangan Batik Lasem terus mengalami pasang dan surut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar